A. Pengertian TIK
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mencakup dua aspek, yaitu Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi. Teknologi Informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Teknologi komunikasi mencakup segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentrasfer data dari perangkat yang satu ke lainnya.
Karena itu, penguasaan TIK berarti kemampuan memahami dan menggunakan alat TIK secara umum termasuk komputer (Computer literate) dan memahami informasi (Information literate). Tinio mendefenisikan TIK sebagai seperangkat alat yang digunakan untuk berkomunikasi dan menciptakan, mendiseminasikan, menyimpan, dan mengelola informasi. Teknologi yang dimaksud termasuk komputer, internet, teknologi penyiaran (radio dan televisi), dan telepon. UNESCO (2004) mendefenisikan bahwa TIK adalah teknologi yang digunakan untuk berkomunikasi dan menciptakan, mengelola dan mendistribusikan informasi. Defenisi umum TIK adalah computer, internet, telepon, televise, radio, dan peralatan audiovisual.
B. Model Pengembangan TIK dalam Pendidikan
Sejarah pemanfaatan TIK dalam pendidikan, khususnya dalam pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan prangkat keras TIK, khususnya komputer. Teemu Leinonen (2005) membagi perkembangan tersebut kedalam 5 fase sebagaimana dilustrasikan pada gambar berikut:
Fase pertama (akhir 1970an – awal 1980an) adalah fase programming, drill and practice. Fase ini ditandai dengan penggunaan perangkat lunak komputer yang menyajikan latiha-latihan praktis dan singkat, khususnya untuk mata pelajaran matematika dan bahasa. Latihan-latihan ini hanya dapat menstimulasi memori jangka pendek. Fase kedua (akhir 1980an – awal 1990an) adalah fase computer based training (CBT) with multimedia (latihan berbasis komputer dengan multimedia). Fase ini adalah era keemasan CD-ROM dan komputer multimedia. Penggunaan CD-ROM dan komputer multimedia ini diharapkan memberikan dampak signiikan terhadap proses pembelajaran, karena kemampuannya menyajikan kombinasi teks, gambar, animasi, dan video. Konsep pedagogis yang mendasari kombinasi kemampuan ini adalah bahwa manusia memiliki perbedaan. Sebagian bias belajar dengan baik kalau mempergunakan indra penglihatan, seperti menonton ilem/animasi, sebagian lainnya mungkin lebih baik kalau mendengarkan atau membaca.
Fase ketiga (awal 1990an) adalah fase Internet-based training (IBT) (latihan berbasis internet. Pada fase ini, internet digunakan sebagai media pembelajaran. Hanya saja, pada saat itu, masih terbatas pada penyajian teks dan gambar. Penggunaan animasi, video dan audio masih sebatas ujicoba, sehingga dirasakan pemanfaatannya belum maksimal untuk dapat menfasilitasi pembelajaran. Fase keempat (akhir 1990an – awal 2000an) adalah fase e-learning yang merupakan fase kematangan pembelajaran berbasis internet. Sejak itu situs web yang menawarkan e-learning semakin bertambah, baik berupa tawaran kursus dalam bentuk e-learning maupun paket LMS (learning management system). Bahkan saat ini sudah cukup banyak paket seperti itu ditawarkan secara gratis dalam bentuk open source. Konsep pedagogik yang mendasari adalah bahwa pembelajaran membutuhkan interaksi sosial antara siswa dan siswa dan antara siswa dan guru. Dengan perangkat lunak LMS, siswa dapat bertanya kepada temannya atau kepada guru apabila dia tidak memahami materi yang telah dibacanya. Fase kelima (akhir 2000) adalah fase social software + free and open content. Fase ini ditandai dengan banyaknya bermunculan perangkat lunak pembelajaran dan konten pembelajaran gratis yang mudah diakses baik oleh guru maupun siswa, yang selanjutnya dapat diedit dan dimanipulasi sesuai dengan kebutuhan. Konsep pedagogik yang mendasari fase ini adalah teori kontstruktivis sosial. Dalam konteks ini, pembelajaran melalui komputer terjadi tidak hanya menerima materi dari internet saja misalnya, tapi dimungkinkan dengan membagi gagasan dan pendapat.
Peranan TIK dalam pendidikan yang diuaraikan di atas mengisyaratkan bahwa pengembangan TIK untuk mendukung peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah sesuatu yang mutlak. Dalam Renstra Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2009, program pengembangan TIK bidang pendidikan akan dilaksanakan melalui tahap-tahap sebagai berikut.
(a) merancang sistem jaringan yang mencakup jaringan internet, yang menghubungkan sekolah-sekolah dengan pusat data dan aplikasi, serta jaringan internet sebagai sarana dan media komunikasi dan informasi di sekolah,
(b) merancang dan membuat aplikasi database,
(c) merancang dan membuat aplikasi manajemen untuk pengelolaan pendidikan di pusat, daerah, dan sekolah, dan
(d) merancang dan membuat aplikasi pembelajaran berbasis web, multimedia, dan interaktif.
(a) melakukan implementasi sistem pada sekolah-sekolah di Indonesia yang meliputi pengadaan sarana/prasarana TIK dan pelatihan tenaga pelaksana dan guru dan
(b) merancang dan membuat aplikasi pembelajaran.
Penelitian tentang pengembangan TIK di negara-negara maju dan sedang berkembang menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya ada empat pendekatan mengenai pemanfaatan TIK oleh sistem pendidikan dan sekolah. Keempat pendekatan ini merupakan tahapan kontinum, yang oleh UNESCO diistilahkan dengan pendekatan emerging, applying, infusing, dan transforming.
Pendekatan Emerging dicirikan dengan pemanfaatan TIK oleh sekolah pada tahap permulaan. Pada pendekatan ini, sekolah baru memulai membeli atau membiayai infrastruktur TIK, baik berupa perangkat keras maupun perangkat lunak. Kemampuan TIK guru-guru dan staf administrasi sekolah masih berada pada tahap memulai eksplorasi penggunaan TIK untuk tujuan manajemen dan menambahkan TIK pada kurikulum. Pada tahap ini sekolah masih menerapkan sistem pembelajaran konvensional, akan tetapi sudah ada kepedulian tentang bagaimana pentingnya penggunaan TIK tersebut dalam konteks pendidikan.
Pendekatan Applying dicirikan dengan sudah adanya pemahaman tentang kontribusi dan upaya menerapkan TIK dalam konteks manajemen sekolah dan pembelajaran. Para tenaga pendidik dan kependidikan telah menggunakan TIK untuk tugas-tugas yang berkaitan dengan manajemen sekolah dan tugas-tugas berdasarkan kurikulum. Sekolah juga sudah mencoba mengadaptasi kurikulum agar dapat lebih banyak menggunakan TIK dalam berbagai mata pelajaran dengan piranti lunak yang tertentu.
Pendekatan Infusing menuntut adanya upaya untuk mengintegrasikan dan memasukkan TIK ke dalam kurikulum. Pada pendekatan ini, sekolah telah menerapkan teknologi berbasis komputer di laboratorium, kelas, dan bagian administrasi. Guru berada pada tahap mengeksplorasi cara atau metode baru di mana TIK mengubah produktivitas dan pekerjaan profesional mereka.
Pendekatan Transforming dicirikan dengan adanya upaya sekolah untuk merencanakan dan memperbaharui organisasinya dengan cara yang lebih kreatif. TIK menjadi bagian integral dengan kegiatan pribadi dan kegiatan profesional sehari-hari. Fokus kurikulum mengacu pada learner-centered (berpusat pada peserta didik) dan mengintegrasikan mata pelajaran dengan dunia nyata. TIK diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan level profesional dan disesuaikan dengan bidang-bidang pekerjaan. Sekolah sudah menjadi pusat pembelajaran untuk para komunitasnya.
Dalam konteks belajar mengajar dan kaitannya dengan keempat pendekatan yang disebutkan sebelumnya, terdapat pula 4 tahap yang berkaitan dengan bagaimana guru dan peserta didik mempelajari dan menemukan percaya diri mereka dalam menggunakan TIK. Keempat tahap tersebut adalah menemukan/mengenali (discovering), belajar bagaimana (learning how), mengerti bagaimana dan kapan (understanding how and when), dan menjadi ahli (specializing) dalam penggunaan perangkat TIK.
Sumber :
LEMBAGA PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN KEPALA SEKOLAH
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan masukkan ke dalam blog ini